Warung Bebas

Sunday, February 27, 2011

Penelitian Ilmiah Terhadap Sifat Materi yang Sesungguhnya

HARUN YAHYA


Kirim artikel ini



Seluruh informasi yang kita miliki tentang dunia di mana kita hidup disampaikan kepada kita melalui panca indra kita. Dunia yang kita ketahui, terdiri dari apa yang dilihat mata kita, yang disentuh tangan kita, yang dicium hidung kita, yang dirasakan lidah kita, dan yang didengar telinga kita. Tidak pernah terpikirkan oleh kita bahwa dunia "luar" tersebut bisa jadi berbeda dari apa yang ditampilkan oleh indra kita dikarenakan selama ini kita senantiasa bergantung hanya pada panca indra tersebut sejak saat kita dilahirkan.
Akan tetapi, penelitian ilmiah modern di berbagai bidang mengarahkan kita pada suatu pemahaman yang sama sekali berbeda, sehingga memunculkan keraguan besar terhadap panca indra kita dan dunia yang kita kenal melalui panca indra ini. Titik awal pemahaman ini adalah gagasan bahwa apa pun yang kita rasakan sebagai "dunia luar" hanyalah tanggapan yang dibentuk di dalam otak kita oleh sinyal-sinyal listrik. Warna merah apel, sifat keras kayu, ibu dan ayah Anda, keluarga Anda, dan segala sesuatu yang Anda miliki—rumah Anda, pekerjaan Anda,—dan bahkan baris-baris tulisan ini, hanya tersusun dari sinyal-sinyal listrik.
Dalam gambar ini, kita melihat seseorang yang merasakan dirinya sedang bermain ski di atas pegunungan, padahal sesungguhnya tidak terdapat ski ataupun salju. Perasaan yang dialaminya ini adalah tiruan yang sengaja dibuat.
Perkembangan teknologi masa kini telah memungkinkan manusia untuk merasakan suatu pengalaman yang nyata tanpa perlu adanya "dunia luar" atau "materi." Kemajuan sangat besar dalam teknologi virtual reality [kenyataan maya] telah menghasilkan sejumlah bukti-bukti yang secara khusus sangat meyakinkan.
Secara sederhana, virtual reality [kenyataan maya] adalah pemunculan gambar-gambar tiga dimensi yang dibangkitkan komputer, yang terlihat nyata dengan bantuan sejumlah peralatan tertentu. Teknologi ini, yang dapat diterapkan di berbagai bidang, dikenal sebagai"virtual reality" [kenyataan maya], "virtual world" [dunia maya], atau "virtual environment" [lingkungan maya]. Ciri terpentingnya adalah dengan menggunakan perangkat yang dirancang untuk tujuan tertentu, teknologi ini mampu menjadikan orang yang merasakan dunia maya tersebut terkecoh dan yakin bahwa yang dialaminya adalah nyata. Sejak beberapa tahun lalu, kata "immersive'' [tenggelam] telah mulai digunakan di depan istilah "virtual reality" [kenyataan maya], yang mencerminkan keadaan bahwa mereka yang menyaksikan kenyataan maya  benar-benar tenggelam dalam apa yang sedang mereka alami.
Penjelasan dari sistem dunia maya ini didasarkan pada panca indra manusia. Misalnya, ketika pengguna sistem dunia maya memakai sarung tangan khusus, perangkat di dalam sarung tangan tersebut mengalirkan sinyal-sinyal ke ujung-ujung jari. Ketika sinyal-sinyal ini diteruskan ke dan ditafsirkan oleh otak, pengguna tersebut merasakan bahwa dirinya sedang menyentuh kain sutra atau vas bunga yang penuh hiasan, lengkap dengan seluruh pernak pernik pada permukaannya—meskipun benda semacam itu pada kenyataannya tidak ada di sekitarnya.
Salah satu penerapan terpenting dari dunia maya adalah di bidang kedokteran. Universitas Michigan telah mengembangkan suatu teknologi untuk melatih para pembantu dokter—khususnya para karyawan di ruang gawat darurat—untuk melatih ketrampilan mereka di sebuah laboratorium dunia maya. Di sini, gambaran lingkungan sekitar diciptakan dengan memunculkan rincian seluk beluk sebuah ruang operasi pada lantai, dinding, dan langit-langit dari sebuah ruangan. "Gambar" ini disempurnakan dengan memunculkan sebuah meja operasi, lengkap dengan pasien yang akan dioperasi di atasnya, di bagian tengah ruangan. Para calon ahli bedah memakai kacamata 3-Dimensi mereka dan mulai melakukan operasi "maya" mereka. Dan siapa pun yang melihat gambar-gambar yang dipantulkan pada kacamata 3-Dimensi tidak dapat membedakan antara ruangan operasi sungguhan dengan ruangan maya ini.
Apakah Kita Hidup di Dalam Dunia Holografis?
New Scientist adalah salah satu majalah paling terkenal. Bahasan utama edisi 27 Maret 2002 majalah tersebut ditulis oleh ilmuwan J.R. Minkel, dengan judul "Hollow Universe." [Alam Semesta Kosong] "Why we all live in a hologram" [Mengapa kita semua hidup di dalam sebuah hologram], demikian bunyi judul utama sampul depan majalah itu. Ringkasnya, artikel tersebut menyatakan bahwa kita merasakan dunia ini sebagai sebuah paket cahaya. Oleh karena itu, adalah keliru jika menganggap materi sebagai wujud sesungguhnya yang memiliki keberadaan mutlak berdasarkan pemahaman yang kita dapatkan melalui panca indra. Minkel membuat pengakuan:
Anda memegang sebuah majalah. [Majalah] itu terasa padat; memiliki semacam keberadaan mandiri dan terpisah di dalam ruang. Sama halnya dengan benda-benda di sekeliling Anda—misalnya secangkir kopi, sebuah komputer. Mereka semua tampak nyata dan ada di luar sana di suatu tempat. Tapi semua itu adalah penampakan maya.
Artikel Minkel menyatakan bahwa sejumlalh ilmuwan menamakan gagasan ini sebagai "teori segalanya," dan para ilmuwan itu menganggap teori ini sebagai tahap pertama dalam menjelaskan sifat sesungguhnya dari alam semesta. Artikel majalah ini menjelaskan secara ilmiah bahwa kita merasakan keberadaan alam semesta sebagai sebuah bayangan atau penampakan di dalam otak kita dan karenanya kita tidak berhubungan langsung dengan materi itu sendiri.
Gangguan Sistem Pengindraan Dipulihkan dengan Sinyal Tiruan
Dalam edisi 11 Maret 2002, majalah Time menerbitkan sebuah tulisan berjudul "The Body Electric" [Listrik Tubuh], yang menyingkap perkembangan ilmiah penting. Artikel itu melaporkan, sejumlah ilmuwan menyatukan chip komputer dengan sistem saraf sejumlah pasien untuk memperbaiki kerusakan tetap pada indra mereka.
Dengan sistem baru yang mereka kembangkan, para peneliti di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang bertujuan memberikan alatpenglihatan pada penderita kebutaan dan membantu sang pasien pulih kembali. Mereka telah mencapai separuh keberhasilan dengan sistem baru ini dengan mencangkokkan elektroda-elektroda di daerah terkait pada tubuh pasien, dan chip silikon digunakan untuk menghubungkan tangan dan kaki tiruan dengan jaringan hidup.
Akibat kecelakaan, seorang pasien asal Denmark bernama Brian Holgersen mengalami kelumpuhan dari leher ke bawah. Ia hanya dapat melakukan gerakan sangat terbatas pada kedua pundaknya, lengan kiri dan tangan kiri. Sebagaimana diketahui, kelumpuhan semacam ini disebabkan oleh kerusakan saraf tulang belakang pada leher dan punggung. Saraf-sarafnya mengalami kerusakan atau penyumbatan, sehingga menghentikan lalu lintas saraf antara otak dan otot, dan memutuskan komunikasi antara saraf-saraf yang meneruskan sinyal-sinyal yang mengalir bolak balik dari tubuh ke otak. Terhadap pasien ini, yang akan dilakukan adalah memulihkan bagian yang rusak pada saraf tulang belakang dengan pencangkokkan perangkat khusus, sehingga memungkinkan sinyal-sinyal dari otak mengembalikan sedikit kemampuan gerak pada lengan dan kaki.
Mereka menggunakan sebuah sistem yang dirancang untuk mengembalikan kemampuan gerak dasar tangan kiri, seperti menggenggam, memegang, dan melepaskan benda-benda. Dalam sebuah operasi, delapan elektroda lentur seukuran uang logam ditanam ke dalam otot-otot yang berperan dalam gerakan tersebut, yakni pada lengan kiri bagian atas, lengan bawah dan bahu pasien. Kemudian, kabel sangat halus menghubungkan elektroda-elektroda ini dengan sebuah stimulator [alat pembangkit rangsangan]—semacam pacemaker [alat pembangkit dan pengatur timbulnya rangsangan] untuk sistem saraf— yang ditanam pada dadanya. Alat pembangkit rangsangan ini kemudian dihubungkan dengan sebuah perangkat pengindra posisi yang direkatkan pada bahu kanan Holgersen—di mana ia masih dapat mengendalikan geraknya hingga batas tertentu.
Kini, ketika sang pasien ingin mengambil gelas, ia menggerakkan bahu kanannya ke atas. Gerakan ini mengirimkan sebuah sinyal listrik dari perangkat pengindra posisi, yang terpasang di bawah bajunya, ke alat pembangkit rangsangan di dalam dadanya, yang lallu memperkuat sinyal tersebut dan meneruskannya ke otot-otot terkait pada lengan dan tangannya. Sebagai tanggapan, otot-otot ini menegang, dan tangan kirinya pun menutup. Ketika ia hendak melepaskan gelas tersebut, ia menggerakkan bahu kanannya ke bawah,sehingga tangan kirinya membuka.
Universitas Louvain di Brussels menggunakan penerapan teknologi serupa terkait dengan penglihatan. Sel-sel batang dan kerucut seorang pasien mengalami kerusakan, sehingga menyebabkan retina menjadi tidak peka terhadap cahaya. Akibatnya, ia menjadi buta. Sebuah elektroda yang ditanam di sekeliling saraf matanya membantunya mendapatkan kembali sebagian kemampuan melihatnya.
Dalam kasus pasien ini, elektroda tersebut dihubungkan dengan alat pembangkit rangsangan yang ditempatkan di dalam sebuah rongga di dalam tempurung kepalanya. Sebuah kamera video, yang terpasang pada topi, meneruskan gambar yang diterimanya ke alat pembangkit rangsangan dalam bentuk sinyal-sinyal radio, tanpa melewati sel-sel batang dan kerucut yang rusak, dan mengirimkan sinyal-sinyal listrik langsung menuju ke saraf mata. Korteks visual pada otak menggabungkan kembali sinyal-sinyal ini untuk membentuk sebuah gambar. Apa yang dialami pasien dapat disamakan dengan melihat sebuah tiruan kecil papan iklan di gelanggang olah raga. Meskipun demikian mutu yang didapatkan sudah cukup untuk membuktikan bahwa sistem ini dapat diterapkan.
Sistem ini disebut "Microsystem-based Visual Prosthesis" [Organ Penglihatan Buatan Berdasarkan Sistem Mikro], sebuah perangkat yang ditanam untuk selamanya di dalam kepala pasien. Namun untuk menjadikan semuanya berfungsi, sang pasien harus pergi ke ruangan yang dirancang khusus di Universitas Louvain dan memakai sesuatu yang menyerupai topi renang yang rusak. Topi renang ini terbuat dari plastik dengan kamera video biasa yang dipasang di bagian depannya. Semakin besar ukuran pixel yang digunakan untuk membentuk sebuah gambar pada layar, maka semakin besar jumlah rangsangan listriknya; oleh karenanya, semakin baik pula mutu resolusi gambarnya.
Artikel yang sama merujuk pada sebuah pertunjukan menarik oleh seorang artis panggung yang memanfaatkan teknologi serupa:
Dalam sebuah pagelaran di tahun 1998, Stelarc menyambungkan tubuhnya sendiri dengan kabel secara langsung ke Internet. Tubuhnya dihubungkan dengan ujung-ujung elektroda—pada otot ujung bahu, otot bisep, otot penggerak sendi, tendon di belakang lutut dan otot betis—yang mengirimkan denyut listrik lemah, sekadar cukup untuk memicu otot-otot menegang dengan sendirinya. Elektroda-elektroda tersebut dihubungkan dengan sebuah komputer, yang kemudian dihubungkan melalui Internet dengan komputer-komputer di Paris, Helsinki dan Amsterdam. Dengan menekan berbagai bagian dari gambar tiruan tubuh manusia pada layar sentuh, para peserta di tiga tempat tersebut dapat membuat Stelarc melakukan apa saja yang mereka inginkan.
Teknologi ini, jika ukurannya dapat diperkecil sehingga dapat ditempatkan di dalam tubuh, akan membuka jalan bagi perkembangan menyeluruh di bidang kedokteran. Perkembangan ini memperlihatkan satu kenyataan penting lain: Dunia luar adalah gambar salinan yang kita saksikan di dalam otak kita…

Majalah New Scientist's edisi 27 April 2002 dengan berita utama, "Hollow Universe" dan judul utama, "Why we all live in a hologram."
Artikel terbitan Time tersebut memperlihatkan contoh-contoh nyata tentang bagaimana kita dapat menciptakan pengalaman melihat atau menyentuh sesuatu dengan rangsangan-rangsangan buatan. Bukti paling nyata adalah orang buta yang mampu melihat. Meskipun mata sang pasien tidak berfungsi, ia dapat melihat melalui sinyal-sinyal tiruan yang dibangkitkan.

"The Body Electric," 
sebuah artikel di majalah Time edisi 11 Maret 2002, memuat bukti yang mengukuhkan bahwa dunia luar adalah gambarsalinan di dalam otak kita.
Dapatkah Dunia Maya dari Sejumlah Film Disalin ke Dunia Nyata?
Dalam sebuah artikel berjudul "Life is a sim and then you're deleted" [Hidup adalah sebuah salinan dan kemudian Anda dihapus] yang diterbitkan majalah New Scientist edisi 27 Juli 2002, Michael Brooks menyatakan bahwa kita mungkin saja hidup di dunia maya yang tidak berbeda dengan yang adadalam film Matrix: "Tidak perlu menunggu kemunculan Matrix 2. Anda bisa jadi sudah berada dalam simulasi komputer raksasa... Sudah pasti Anda berpendapat bahwa film The Matrix adalah khayalan. Tetapi itu hanya karena Anda dibuat untuk berpikiran seperti itu.."
Sang penulis, Brooks, mendukung pandangannya dengan menukil filsuf Nick Bostrom dari Universitas Yale, yang meyakini bahwa film-film Hollywood tersebut jauh lebih mendekati kenyataan daripada apa yang kita sadari. Ia pun melakukan perhitungan bahwa terdapat peluang kemungkinan bahwa kita sedang hidup dalam sebuah dunia tiruan atau maya sebagaimana yang ditayangkan oleh beberapa film.
Kenyataan ilmiah, yang dipahami jauh dengan baik dalam beberapa tahun belakangan, menunjukkan bahwa kita tidak berhubungan atau bersinggungan langsung dengan wujud materi itu sendiri. Hal ini telah menyebabkan manusia untuk merenung secara lebih mendalam. Perkembangan ini, yang seringkali menjadi ilham bagi sejumlah film, menunjukkan bahwa lingkungan maya menciptakan salinan kenyataan yang sedemikian nyata sehingga manusia mampu terkecoh dengan gambar atau bayangan yang tidak nyata ini.
Materialisme, Sebagaimana Filsafat Keliru Lainnya, Telah Runtuh
Filsafat materialisme telah ada sepanjang sejarah. Para penganutnya berpijak pada keberadaan materi yang dianggap mutlak sembari mengingkari keberadaan Tuhan, Yang menciptakan mereka dari ketiadaan dan juga menciptakan bagi mereka alam semesta yang mereka huni. Akan tetapi bukti yang jelas tersebut tidak lagi menyisakan ruang perdebatan. Dengan demikian, materi yang mereka jadikan landasan hidup, pemikiran, kebanggaan dan pengingkaran mereka, telah sirna.  Anehnya, melalui penelitian mereka sendiri, para ilmuwan materialis menemukan bahwa segala sesuatu yang mereka saksikan bukanlah materi itu sendiri, melainkan salinan atau gambar yang terbentuk di dalam otak. Dan dengan demikian, mereka sendiri telah meruntuhkan keyakinan materialis mereka.
Abad kedua puluh adalah titik balik dalam sejarah, di mana kebenaran nyata ini akan menyebar di seluruh kalangan manusia, dan materialisme akan terhapuskan dari muka bumi. Sebagian orang, yang berada dalam pengaruh filsafat materialisme, yang meyakini bahwa materi adalah mutlak, kini telah menyadari bahwa mereka sendiri adalah wujud maya, satu-satunya keberadaan mutlak hanyalah Allah, Yang Keberadaan-Nya meliputi segala yang ada. Kenyataan ini dinyatakan dalam salah satu ayat Al Qur'an:
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).  Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Aali 'Imraan, 3:18)


sumber : http://www.harunyahya.com/indo/artikel/077.htm

Internet ke Interkoloni

HARUN YAHYA
PEMROGRAM KOMPUTER MENGGUNAKAN LEBAH MADU SEBAGAIRUJUKAN
Naiknya tingkat kesibukan berbelanja melalui Internet menimbulkan sejumlahpermasalahan besar. Perilaku pelanggan ketika berbelanja bisa jadi sama sekali laindari perkiraan umumnya, dan mungkin saja berbeda di antara sesama pelanggan. Hal ini menyebabkan lalu lintas internet menjadi tidak teratur dan akhirnya berujung padapenumpukan tiba-tiba pada server Internet yang menangani belanja on-line. (Server: sebuah komputer dalam sebuah jaringan yang menyimpan program-program aplikasi dan file-file data yang dapat dikunjungi oleh komputer-komputer lainnya di dalam jaringan tersebut.) Para pakar dari Universitas Oxford dan the Georgia Institute of Technology [Institut Teknologi Georgia] melakukan kerjasama dalam rangka mengembangkan sejumlah teknologi yang dapat mengatasi penumpukan semacam itu. Para peneliti ini mengambil model ataucontoh-acuan berupa suatu masyarakat yang lalu lintasnya telah berhasil diatur dengan sangat baik. Contoh-acuan ini adalah perilaku koloni atau masyarakat lebah madu yang tengah ditiru dalam sejumlah teknologi yang ditujukan untuk meringankan beban pada server-server pada saat terjadi kepadatan lalu lintas yang luar biasa.
Lonjakan jumlah pelanggan belanja atau perdagangan saham secara tiba-tiba, naik turunnya kegiatan lelang melalui internet memunculkan kesulitan besar pada perusahaan-perusahaan pengelola server. Untuk meningkatkan keuntungan mereka sebesar-besarnya, perusahaan-perusahaan ini perlu memeriksa komputer-komputer mereka setiap saat untuk menjaga agar komputer tersebut tetap mampu menyesuaikan diri terhadap tingkat kebutuhan yang berubah-ubah melalui campur tangan secara cepat. Namun pada kenyataannya, hanya satu aplikasi web saja yang dapat dimuat ke dalam komputer pada satu waktu, dan hal ini merupakan sebuah kendala. Perpindahan antar-aplikasi menyebabkan penghentian sementara selama 5-7 menit, waktu ini diperlukan untuk konfigurasi ulang pada komputer, dan ini berarti kerugian.
Permasalahan serupa dijumpai dalam tugas-tugas yang dijalankan oleh lebah madu. Sumber-sumber bunga memiliki keragaman dalam hal mutu. Oleh karena itu, seseorang mungkin berpikiran bahwa keputusan tentang berapa banyak lebah yang harus dikirim ke setiap tempat tersebut dan berapa lama mereka sebaiknya berada di sana merupakan sebuah permasalahan dalam sebuah koloni yang ingin mencapai laju pengumpulan madu bunga (nektar) setinggi-tingginya. Akan tetapi, berkat sistem kerja mereka yang sangat baik, lebah mampu memecahkan permasalahan ini tanpa mengalami kesulitan.
Sekitar seperlima dari lebah-lebah di dalam sebuah sarang bertugas sebagai pengumpul-nektar. Tugas mereka adalah berkelana di antara bunga-bunga dan mengumpulkan nektar sebanyak mungkin. Ketika kembali ke sarang, mereka menyerahkan muatan nektar mereka kepada lebah-lebah penyimpan-makanan yang menjaga sarang dan menyimpan bahan makanan. Lebah-lebah ini kemudian menyimpan nektar di dalam petak-petak madu. Seekor lebah pengumpul-nektar juga dibantu oleh rekan-rekannya dalam menentukan seberapa bagus mutu sumber bunganya. Lebah pengumpul-nektar tersebut menunggu dan mengamati seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bertemu denganseekor lebah penyimpan-makanan yang siap menerima muatan. Jika waktu tunggu ini berlangsung lama, maka sang lebah pengumpul-nektar memahami hal ini sebagai isyarat bahwa sumber bunganya bukan dari mutu yang terbaik, dan bahwa lebah-lebah yang lain kebanyakan telah melakukan pencarian yang berhasil. Sebaliknya, jika ia disambut oleh sejumlah besar lebah-lebah penyimpan-makanan untuk mengambil muatannya, maka semakin besarlah kemungkinan bahwa muatan nektar tersebut bermutu baik.
Lebah yang mendapatkan informasi ini memutuskan apakah sumber bunganya senilai dengan kerja keras yang akan dilakukanberikutnya. Jika ya, maka ia melakukan tarian-getarnya yang terkenal agar dipahami maksudnya oleh lebah-lebah lain. Lama tarian ini memperlihatkan seberapa besar keuntungan yang mungkin dapat diperoleh dari sumber bunga ini. [penjelasan lebih lanjut tentang tarian lebah, silakan baca: http://www.harunyahya.com/indo/buku/menyingkap003.htm]
Sunil Nakrani dari Universitas Oxford dan Craig Tovey dari the Georgia Institute of Technology menerapkan cara pemecahanmasalah oleh lebah madu tersebut pada permasalahan ada pada Internet host. Setiap server mengambil peran sebagai lebah pengumpul-nektar, dan setiap permintaan pelanggan bertindak sebagai sumber bunga. Dengan cara ini, doktor Nakrani dan Tovey mengembangkan sebuah algoritma "lebah madu" untuk server Internet "sarang." (Algoritma: Serangkaian tahapan-tahapan logis untuk memecahkan suatu permasalahan yang dapat diterjemahkan ke dalam sebuah program komputer.)
Sebuah host menjalankan tugas, sebagaimana yang dilakukan lebah dengan tarian-getarnya, dengan membuat sebuah iklan dan mengirimkannya ke sejumlah server lainnya di dalam sarang. Lama masa penayangan iklan ini mencerminkan manfaat dan tingkat keuntungan yang dapat diraup melalui para pelanggan server-server tersebut. Server lain membaca iklan ini dan berperilaku seperti lebah-lebah pekerja yang mengikuti petunjuk yang yang disampaikan melalui tarian-getar tersebut. Setelah mempertimbangkan dan mengkaji iklan ini beserta pengalaman mereka sendiri, mereka memutuskan perlu tidaknya untuk beralih dari para pelanggan yang sedang mereka layani ke para pelanggan yang sedang dilayani oleh server yang mengirim iklan tersebut.
Doktor Nakrani dan Tovey melakukan uji banding antara algoritma lebah madu yang mereka kembangkan dengan apa yang disebut sebagai algoritma "rakus" yang saat ini dipakai oleh kebanyakan penyedia Internet host. Algoritma rakus terlihat ketinggalan zaman. Algoritma rakus membagi waktu menjadi sejumlah penggalan waktu yang tetap dan menempatkan server-server untuk melayanipara pelanggan untuk satu penggalan waktu berdasarkan pengaturan yang dianggap paling menguntungkan pada penggalan waktu sebelumnya. Para peneliti mengungkap bahwa di saat-saat ketika lalu lintas sangat berubah-ubah, algoritma lebah madu memperlihatkan kinerja 20% lebih baik daripada algoritma rakus. Sebentar lagi mungkin server-server yang bekerja menggunakan algoritma lebah madu akan semakin banyak di masa mendatang, di mana Internet akan lebih tepat disebut sebagai "Interkoloni."
Dengan pemisalan yang sangat tepat, penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan ini menunjukkan betapa berbagai pemecahan masalah yang masuk akal terdapat di alam. Permasalahan yang dihadapi server-server Internet sangatlah mirip dengan permasalahan yang dipecahkan oleh koloni lebah madu. Sungguh, keberhasilan yang dicapai penelitian tersebut, yang dilakukan dengan menerapkan contoh-rujukan koloni lebah madu, menjadi isyarat akan hal ini. Akan tetapi, dari manakah asal usul rumusan pemecahan masalah yang diberikan lebah madu kepada para pemrogram komputer tersebut? Meskipun para pemrogram komputer dapat mengambil perilaku lebah madu sebagai contoh-rujukan mereka, lebah itu sendiri tidak dapat melakukan hal seperti itu. Ini dikarenakan meskipun tiruan algoritma lebah yang dibuat oleh pemrogram komputer merupakan hasil dari proses berpikir cerdas yang dilakukan secara sadar, lebah madu tidak memiliki kemampuan berpikir semacam itu. Pemecahan atas permasalahan tersebut membutuhkan tindakan sadar, misalnya pertama-tama pemahaman tentang adanya permasalahantersebut, pengkajian terhadap sejumlah penyebab timbulnya permasalahan itu, pengenalan atas pengaruh sejumlah penyebab itu terhadap permasalahan tersebut secara umum dan pengaruhnya terhadap satu sama lain, dan akhirnya pengambilan keputusan di antara beragam pilihan yang ada.
Sudah pasti pemecahan masalah semacam itu tidak mungkin terjadi di dalam koloni lebah beranggotakan 20 sampai 50 ribu ekor. Hanya ada satu penjelasan masuk akal atas kenyataan ini, di mana sedemikian banyak makhluk hidup menghemat energi dengan menerapkan cara pengumpulan nektar yang paling menguntungkan; meskipun orang biasanya mengira akan melihat suatu kekacauan dan kebingungan di dalamnya. Pemahaman atas permasalahan di dalam koloni lebah dan jalan keluar pemecahannyamerupakan hasil karya Pencipta Maha Mengetahui. Tidak ada keraguanAllahlah, Pencipta langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya, Yang telah menciptakan koloni lebah. Strategi yang diterapkan di dalam koloni lebah madu merupakan ilham yang berasal dari Allah. Allah menyatakan hal ini di ayat berikut:
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu)." Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An Nahl, 16:68-69)



sumber : http://www.harunyahya.com/indo/artikel/079.htm


1- "Honey bees and internet optimisation," The Economist, April 15 2004.

Mata Lalat Menjadi Sumber Ilham Bagi Sistem Pencitraan Baru di Dunia Kedokteran


HARUN YAHYA


Kirim artikel ini



Sebuah perangkat optik murah yang terilhami rancangan pada mata lalat membuka pintu bagi pengembangan peralatan-peralatanpencitraan baru di dunia kedokteran (medical imaging device).
Manfaat dari penggunaan perangkat pencitraan magnetis dalam pemeriksaan dan pengobatan di dunia kedokteran tidaklah diragukan. Para ilmuwan Israel kini tengah mengembangkan perangkat baru di bidang ini. Mereka berharap bahwa alat ini, yang masih dalam tahap pengembangan, akan memberikan lebih banyak keuntungan daripada yang ada sekarang. Keuntungan ini adalah biaya yang lebih murah daripada teknologi pencitraan yang digunakan pada perangkat-perangkat yang sudah ada. Oleh karenanya, jika rencana ini telah menjadi kenyataan, masyarakat akan mendapat kesempatan untuk diperiksa kesehatannya menggunakan alat pencitraan [scaninidengan lebih sering. Mahalnya perangkat pencitraan resonansi magnetis [Magnetic Resonance Imaging - MRI] atau pemeriksaan dini kanker dengan menggunakan sinar-X yang bisa membahayakan, dijelaskan sebagai berikut:
Agar cahaya dapat dimanfaatkan dalam pencitraan di bidang kedokteran, foton (partikel cahaya) berjumlah sedikit yang dipancarkan obyek [bagian tubuh] yang sedang dicitrakan haruslah dapat dikenaliHal ini merupakan sebuah kendala yang dimiliki alat-alat yang sudah ada. Jaringan tubuh yang menutupi obyek yang sedang dicitrakan menyebabkan terbentuknya pengotor pada gambar dengan mengaburkan cahayaDalam cara-cara yang diterapkan sekarang, permasalahan ini diatasi dengan menggunakan kamera-kamera mahal yang dilengkapi shutter [katup] khusus yang menyaring "pengotor" yang disebabkan oleh cahaya yang dihamburkan oleh jaringan tubuh tersebutHal ini memperbesar biaya.
Peneliti Joseph Rosen dan David Abookasis dari Universitas Ben-Gurion di Israel kini telah menemukan sebuah cara baruPara ilmuwan mengumpulkan sejumlah gambar dari obyek yang sedang dicitrakan dan menggabungkan gambar-gambar ini sedemikian rupa untuk menghasilkan satu gambar bagus dari obyek tersebut. Jadi, mereka mendapatkan sebuah gambar hasil rata-rata dari gambar-gambar tersebut, dan cahaya yang dihamburkan oleh jaringan tubuh, yakni "pengotor" pada gambar, dapat dihilangkanPenggabungan ini merupakan sebuah pemecahan masalah nyata terhadap permasalahan-permasalahan yang ditemukan pada peralatan-peralatan yang sudah adaAkan tetapi, rancangan yang menjadi ilham dari pemecahan masalah melalui cara penggabungan [gambar] ini bukanlah alat buatan manusiaDalam mencari pemecahan masalah ini, para ilmuwan tersebut terilhami oleh "mata majemuk" yang digunakan oleh lalat selama ratusan juta tahun. Bahkan, judul yang mereka berikan pada penelitian mereka adalah  "Seeing through biological tissues using the fly eye principle[Melihat Dengan Menembus Jaringan Hidup Berdasarkan Prinsip Mata Lalat].(1)
Mengambil rancangan pada mata lalat sebagai titik awal mereka, para ilmuwan ini mempersiapkan serangkaian mikrolensa yang terdiri dari 132 buah lensa berukuran amat kecilUntuk menguji gagasan merekapara peneliti tersebut mengambil dua potong [daging] dada ayam dan menyelipkan sepotong tulang sayap di antara keduanyaMereka lalu menyoroti salah satu sisi dari daging itu dengan laser berkekuatan cahaya lemah dan meletakkan serangkaian mikrolensa pada sisi yang lainnya. Gambar-gambar yang ditangkap mikrolensa diteruskan ke kamera digital dengan lensa biasa. Komputer lalu menghilangkan sebagian besar dari pengotor yang dihasilkan oleh cahaya yang terhamburkan, sehingga menghasilkan sebuah gambar yang lebih jelas dari tulang sayap yang tertutupi [dada ayam].
"Mikrolensa yang lebih banyak dan penyempurnaan-penyempurnaan lain seharusnya dapat meningkatkan ketajaman gambar,' kata Rosen. 'Dengan pendanaan untuk mengembangkannya lebih lanjutperangkat kami mungkin dalam waktu setahun dapat melihat tulang-tulang di dalam telapak tangan, atau akar sepotong gigi.' " (2)
Rosen menyatakan bahwa peralatan iniyang bekerja berdasarkan prinsip mata lalatbegitu menjanjikandan memunculkan kabar gembira bahwa dengan penggunaan alat ini, endoskop yang tidak nyaman atau "kamera pil" yang harus ditelan dalam pencitraan perut(abdomen scans) akan menjadi peninggalan masa lalu.
Rancangan Mata Lalat
Seekor lalat yang bergerak melintasi udara sungguh luar biasa lincah. Lalat dapat mengubah arah terbangnya dalam sekejap ketika mengetahui adanya gerakan sangat lemah yang diarahkan kepadanyaLalat dapat memilih untuk mendarat pada lantaidinding atau langit-langit sebuah ruanganKenyataan bahwa lalat memiliki sebuah perangkat penglihatan amat hebat sangatlah penting dalam hal ini.Penelitian lebih dekat pada lalat dengan segera memunculkan penjelasan tentang sebab ketangkasan [terbang] iniMata lalat memiliki rancangan yang dikenal sebagai "mata majemuk" dan yang memungkinkannya melihat melalui lensa [mata] yang berjumlah banyak dan pada sudut pandang yang lebar.

Penampakan mata lalat di bawah elektron mikroskop.
Sebuah mata majemuk lalat tersusun atas satuan optik berjumlah sangat banyak,masing-masing dengan lensa optiknya sendiridan menghasilkan sejumlah besar gambarRangkaian saraf dari setiap satuan optik mengambil hasil rata-rata dari gambar yang ada, sehingga dihasilkanlah sebuah bayangan gambar yang lebih jelas daripada latar belakang yang dipenuhi pengotor. Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau dari sisi ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia.(3) Pada saat yang sama, mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kitaPerangkat ini memudahkan lalat untuk menghidar dari musuhnya, terutama di lingkungan gelap.
Mata majemuk lalat merupakan alat tubuh terpenting yang memainkan peran dalam sistem penglihatan, sebuah fungsi teramat penting dalam kelangsungan hidup binatang tersebut. Ketika alat tubuh ini diteliti, akan kita saksikan lensa-lensa, yang secara khusus menghamburkan cahaya, membentuk permukaan cekung yang memberikan ruang penglihatan yang luas dan memusatkan bayangan [gambar yang terbentuk] pada satu titik pusat. Sisi-sisi satuan optik [optical unit] pada permukaan tersebut berbentuk segienam (heksagonal). Berkat bentuk segienam ini, satuan-satuan optik itu satu sama lain terpasang rapat. Dengan cara ini, celah-celah kosong yang tidak diinginkan -- yang muncul jika bentuk geometris lain digunakan -- tidaklah terbentuk; dengan demikian penggunaan paling menguntungkan dari luasan yang ada telah diterapkanMeskipun berkas-berkas cahaya yang berasal dari sejumlah besar lensa diperkirakan akan menghasilkan sebuah bayangan gambar yang kacauini tidak pernah terjadi, dan lalat dapat melihat sebuah ruang penglihatan yang luas dalam satu bayangan gambar.
Terdapat rancangan unggul pada mata lalatPrinsip teknik ini, yang telah digunakan oleh manusia sejak beberapa ratus tahun lalu, telah ada pada lalat selama sekitar 390 juta tahunPengkajian yang lebih umum pada sejarah alam kehidupan menunjukkan bahwa rancangan mata majemuk (pada trilobita zaman Kambrium) berasal sejak kurang lebih 530 juta tahun yang lalu.
Lalat telah memiliki struktur mata ini sejak saat binatang ini muncul menjadi ada.
SIAPAKAH PEMILIK RANCANGAN PADA MATA LALAT?
Pertanyaan yang muncul adalah sebagai berikutpara ilmuwan meniru rancangan pada mata lalat dalam mengembangkan peralatan merekaKenyataan bahwa mata lalat digunakan sebagai sumber ilham dalam teknologi modern merupakan pertanda jelas akan rancangannya yang unggulBeragam bagian penyusun mata tersebut dapat dipahami sebagai sesuatu yang telah dirancang untuk satu tujuan tertentu. Lalu bagaimanakah lalat mendapatkan rancangan iniSiapakah yang menyusun seluruh unsur-unsur pembentuk tersebut sedemikian rupa dan membentuk mata lalat?
Seluruh penataan pada mata lalat memperlihatkan bahwa rancangan ini diberikan pada serangga tersebut oleh Dzat yang memiliki kecerdasan tanpa tanding. Tidak ada keraguan, Allah Yang Mahakuasa-lah, Penguasa seluruh alam, Yang menciptakan lalat beserta sistem penglihatan sempurna iniPenciptaan luar biasa pada lalat merupakan sebuah isyarat kekuasaan Allah yang tanpa batas.
Dalam sebuah ayat al Qur'an Allah mewahyukan:
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (QS. Al Hajj, 22:73)


1- Joseph Rosen and David Abookasis, "Seeing through biological tissues using the fly eye principle", http://www.ee.bgu.ac.il/%7Erosen/fly_eye.pdf2- Judy Siegel-Itzkovich, "Fly's-eye view shines a light on disease", New Scientist vol. 181 no. 2429 - 10 January 2004, h. 23
3- Dr. Julie Palmer, University of Texas, Austin. http://www.esb.utexas.edu/palmer/bio303/group25/DROSOPHILA/compound_eye.htm 


Pohon Terus Tumbuh, Namun Seberapa Jangkung?


HARUN YAHYA


Kirim artikel ini



Dalam sebuah kajian tentang pohon-pohon terjangkung di dunia, para peneliti dari Northern Arizona University telah menyingkapkan faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan pohon. (1,2)
Ada penciptaan yang nyata pada pohon.  Sel-sel yang menyusun pohon tertata sedemikian agar membentuk akar, batang, kulit kayu, buluh air, cabang, dan daun.  Sel-sel itu membentuk bagian-bagian yang membuat pohon bertahan hidup dengan melakukan fungsi-fungsi penting, dan ada suatu pembagian kerja yang tertata dan terencana di antara bagian-bagian itu.
Di samping itu, sebatang pohon menyerupai sebuah pabrik kimia raksasa.  Proses-proses kimia yang sangat rumit dijalankan dengan menimbang urut-urutan yang tanpa cela.  Ada bukti bahwa organ-organ yang menjalankan proses-proses ini melakukan perhitungan bagaikan seperangkat komputer.
Salah satu fakta yang paling mencolok adalah bahwa informasi tentang susunan dan sistem ini dimasukkan ke dalam DNA pohon, ketika masih berupa benih kecil bulat.  Benih menaati perintah-perintah yang dimuat ke dalam DNA-nya, dan berubah menjadi sebuah struktur raksasa yang tak sesuatu pun dapat menyainginya dalam hal penampakan dan ukuran.  Cara sebutir benih menyeruakkan akar dan berubah menjadi sebatang pohon setelah terdampar di tanah dan sedikit dilembabkan, merupakan suatu tanda nyata penciptaan Allah yang tiada cacatnya. 
Cara pertumbuhan pada mahluk hidup yang menakjubkan ini berhenti setelah suatu titik tertentu adalah bagian dari keseimbangan yang diciptakan di Bumi oleh Allah.  Jika sel-sel yang menyusun sebuah pohon mesti terus tumbuh secara tak terkendali, maka akibat-akibat mungkin timbul yang akan membawa akhir bagi kehidupan di Bumi.
Para ilmuwan yang meneliti faktor-faktor yang menentukan berapa banyak pohon dapat tumbuh melakukan sebuah kajian yang paling menakjubkan tentang pohon-pohon terjangkung di dunia.  Dengan memanjat puncak pohon lebih dari 100 meter tingginya, para peneliti mencari kunci tentang faktor-faktor ini dengan melakukan pengukuran-pengukuran.
Mereka memelajari lima pohon terjangkung dunia, termasuk pohon kayu merah (Sequia sempervirens) setinggi 112,7 meter yang memegang gelar pohon terjangkung sedunia.  Pohon setinggi itu sama dengan gedung 30 tingkat.
Sebelumnya, para ilmuwan berpikir bahwa faktor utama yang menentukan tinggi sebuah pohon terletak pada tekanan mekanis ketinggian.  Akan tetapi, disadari bahwa pohon memiliki struktur yang sangat kokoh yang sedemikian sehingga dapat mengatasi tegangan ini.  Ini mendorong ke penelitian yang terpusat pada daya angkat air.  Dalam penelitian tersebut, yang dilakukan sebuah kelompok yang dipimpin George Koch, ahli ekologi Northern Arizona University, sejumlah temuan pada alur berpikir ini diperoleh.  Penelitian-penelitian yang dijalankan oleh para ilmuwan di sebuah lingkungan alamiah dan di bawah keadaan laboratorium ini menyingkapkan bahwa kendali utama bagi ketinggian pohon maksimum sesungguhnya adalah pasokan air ke puncak pohon.
Air mencapai puncak pohon dengan cara transpirasi, dengan kata lain, dengan menguap lewat pori-pori di permukaan dedaunan.  Transpirasi membawa air ke dalam tumbuhan lewat akar, dan naik ke puncak lewat sel-sel penyalur air dari jaringan xilem.  Gerakan air ini mengatasi gaya gravitasi dan gesekan, dan air terus naik ke atas dalam bentuk sebuah buluh (kolom).  Karena gaya gravitasi dan gesekan yang melawan gerakan air itu paling besar di puncak pohon, gaya yang mendorong air ke atas juga mencapai tingkat tertingginya di sana.  Buluh-buluh air mampu mengatasi tegangan ini hingga suatu ambang pecah (fragmentasi).  Yakni, suatu titik di mana gelembung muncul pada buluh air dan menghentikannya.  Keadaan ini dikenal di kalangan ahli tumbuhan sebagai “embolisme”.

Koch dan para sejawatnya mengukur tegangan tertinggi buluh air pada puncak-puncak pohon-pohon kayu merah terjangkung.  Pengukuran ini menyingkapkan bahwa teganan tertinggi dekat dengan titik embolisme.  Pada saat yang sama, tingkat tegangan ini juga sebuah faktor yang mengendalikan seberapa jangkung pohon akan tumbuh.  Tiga faktor lain yang menentukan ketinggian pohon juga tersingkap dalam penelitian itu. 
Air yang mencapai daun-daun di puncak pohon biasanya akan memiliki pengaruh menyembur pada pertumbuhan sel.  Akan tetapi, bertambahnya pengaruh gravitasi dan gesekan pada puncak pohon mengurangi daya alir air, sehingga membuat sel-sel di puncak kecil dan berdinding tebal.  Akibatnya, dedaunan pada puncak pohon juga kecil dan padat.  Kepadatan daun mencapai tingkat tertingginya di puncak pohon kayu merah.  Ini menunjukkan bahwa perkembangan pohon hingga rentang tertentu tertahan.  Maka, kepadatan daun di puncak pohon mewakili faktor kedua yang mengendalikan ketinggian. 
Dedaunan yang kecil dan tebal di puncak pohon juga mengurangi fotosintensis yang dijalankan pada daerah ini.  Pengaruh ini, yang menurunkan produktifitas fotosintesis, dikenali sebagai faktor ketiga yang menentukan ketinggian pohon. 
Koch dan kelompoknya juga menetapkan bahwa tingkat CO2 pada dedaunan yang 100 meter tingginya adalah tingkat terendah yang teramati pada kadar CO2 atmosfer sekeliling.  Ini membentuk faktor keempat: keterbatasan penyerapan CO2 yang terjadi lewat pori-pori daun. 
Berdasarkan pada keempat faktor fisiologis ini, para ilmuwan mencoba menghitung ketinggian maksimum yang dengannya pohon dapat tumbuh.  Hasilnya, mereka menyingkapkan bahwa pohon-pohon dapat mencapai ketinggian maksimum antara 122 dan 130 meter.  Pengamatan-pengamatan bahwa pohon-pohon tumbuh rata-rata seperempat meter setahun mendukung lebih jauh pemikiran ini. 
Faktor-faktor penghambat yang tersingkap dalam penelitian ini demikian penting bagi keseimbangan ekologis.  Sebagai rangkuman, fakta-fakta bahwa: 
 “Air yang naik melawan gaya-gaya gravitasi dan gesekan tidak dapat melewati suatu tingkat tertentu,”
“Dedaunan tumbuh lebih kecil dan lebih padat,”
“Ada pengurangan produktifitas fotosintesis, dan”
“Serapan CO2 yang diperlukan dalam fotosintesis merosot hingga ke minimum,”
berarti bahwa pohon dihalangi dari tumbuh melewati suatu titik tertentu.  Dengan cara ini, keseimbangan alamiah yang terwujudkan oleh pengaruh saling bantu sejumlah faktor-faktor hidup dan tak-hidup tidak terancam oleh pertumbuhan pohon yang tak terkendali.  Dengan memandang dari sudut ini, penelitian ini membentuk contoh terakhir bagaimana proses-proses kehidupan pada mahluk hidup mendukung keseimbangan luas di alam, dan betapa sempurnanya semua ini telah diatur.  Tiada keraguan bahwa tiap-tiap faktor ini adalah sebuah sebab yang mewujud atas kehendak Allah.  Setiap tahap, dari mengecambahnya benih, benih menjadi semak, dan semak menjadi pohon, dan pohon tumbuh hingga ia berhenti, terjadi di bawah kendali Allah Mahakuasa.  Setiap tahap dalam kehidupan pohon, setiap kegiatan yang berkaitan dengan biologinya, adalah perwujudan dari kekuasaan Allah yang tanpa batas. 
Dalam satu ayat Al Qur'an, Allah berfirman: 
“Dan Allah telah meninggikan langit dan meletakkan neraca (keseimbangan).”  (QS Ar Rahman, 55:7)


NOTES
1 Ian Woodward, "Plant science: Tall storeys" Nature 428, 22 April 2004, hal. 807 - 808
2 George W. Koch, Stephen C. Sillett, Gregory M. Jennings & Stephen D. Davis, "The limits to tree height", Nature 428, 22 April 2004, hal. 851 - 854
 


Jaringan Informasi pada Lumba-Lumba Mengungguli Internet

HARUN YAHYA


Kirim artikel ini



Temuan-temuan seorang ahli zologi telah memandu para insinyur yang membangun jaringan-jaringan rumit seperti World Wide Webdan jejaring kisi-kisi listrik ke arah baru: lumba-lumba.
David Lusseau dari Universitas Otago memelajari suatu kelompok yang terdiri atas 64 lumba-lumba hidung botol selama rentang masa tujuh tahun. (1)  Ia menemukan di antara mereka adanya suatu tatanan sosial yang mirip dengan yang ada pada manusia dan jaringan buatan manusia.  Telaah matematis Lusseau diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the Royal Society.(2)
Banyak jaringan rumit, termasuk masyarakat manusia, memiliki ciri-ciri yang memungkinkan pertukaran cepat informasi di kalangan anggotanya.
Kajian oleh peneliti Selandia Baru ini menunjukkan bahwa masyarakat binatang juga tersusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan penerusan informasi secara cepat dan efisien.  Makhluk-makhluk berumur panjang seperti gorila, kijang, gajah, dan lumba-lumba hidung botol bergantung pada lingkungan mereka dalam penyampaian informasi.
Dalam pengamatan-pengamatannya, Lusseau memusatkan diri pada anggota-anggota kawanan yang lebih sering tampak bersama.  Ia menyadari bahwa kelompok ini terdiri sebagian besar atas betina-betina dewasa, dan mereka berfungsi sebagai pusat-pusat penyampaian informasi bagi masyarakatnya.
Untuk mengukur aliran informasi dalam sebuah sistem, cukuplah dengan melihat pada titik-titik pusat yang dilalui aliran informasi itu dan menghitung jumlah unsur yang diperlukan dalam perjalanan itu dari titik pangkal hingga titik ujung.  Lusseau menggunakan teknik pengukuran ini, yang disebut dengan “diameter”.  Ketika hasil-hasil yang diperolehnya menggunakan cara ini dibandingkan dengan data yang diungkapkan oleh Internet, ia mendapati dirinya berhadapan dengan kenyataan yang menakjubkan.
Lamanya penyampaian informasi bertambah ketika sejumlah besar titik yang membentuk hubungan-hubungan pada Internet dibuang.  Ketika hanya 2% simpul dengan kaitan terbanyak pada Internet dikeluarkan dari sistem, diperlukan dua kali jauhnya untuk berjalan dari satu unsur ke unsur lainnya.  Akan tetapi, di kalangan lumba-lumba, keadaannya berbeda.
Lusseau memantau lumba-lumba menggunakan tanda-tanda pada sirip-sirip punggung dan mengamati bahwa ketika anggota-anggota yang bertindak sebagai pusat komunikasi meninggalkan kelompoknya, masyarakat lumba-lumba menunjukkan daya tahan yang besar.  Kepaduan masyarakat lumba-lumba tidak terpengaruh oleh ketiadaan anggota-anggota kunci.  Daya tahan ini memungkinkan masyarakat lumba-lumba tetap terus berada dalam keadaan sehat bahkan jika sepertiga anggotanya hilang.
Sang peneliti menyatakan bahwa berkat sistem ini, jaringan dapat tetap bertahan bahkan di hadapan bencana kematian.  Lebih lagi, ia berpendapat bahwa sifat-sifat ini dapat diterapkan pada jaringan buatan manusia seperti World Wide Web.
Sebagaimana kita lihat, ada penataan pada lumba-lumba yang terlindung lebih baik daripada jaringan komunikasi yang membangun Internet dan berfungsi lebih ampuh pada saat simpul-simpul utama tercerabut.  Adanya ciri seperti itu pada lumba-lumba berarti bahwa aneka syarat mesti diperhitungkan.  Misalnya, beberapa tahap, seperti menghitung beban yang akan ditimpakan pada titik-titik hubungan dalam rangka menata Internet dan menaksir di awal bagaimana keseluruhan jaringan akan terpengaruh jika titik-titik itu tercerabut dari sistem, dilakukan oleh para insinyur jaringan dan ini membuat informasi berjalan dalam sistem seefisien mungkin.  Keberadaan para insinyur yang menghitung dan menata aliran informasi pada Internet menunjukkan adanya kecerdasan unggul yang mengatur jaringan informasi pada lumba-lumba dan banyak mahluk hidup lain sejenisnya di alam.  Tidak dapat diragukan bahwa kecerdasan unggul ini adalah Allah yang Mahatahu, Mahakuasa.
Penciptaan jaringan informasi pada lumba-lumba ini adalah perwujudan dari namaNya yang Maha Pengasih.  Kasih Allah diwujudkan dalam jaringan informasi ini sebagaimana berikut:
Cara makhluk-makhluk hidup seperti lumba-lumba, yang tinggal dalam perairan terbuka dan dekat dengan permukaan, berperilaku sebagai satu kelompok amatlah penting.  Gaya hidup ini memberikan keuntungan dalam hal bersiaga terhadap pemangsa, maupun ketika berburu.  Berkat arus informasi yang sinambung di kalangan betina-betina dewasa di dalam kelompok, anggota-anggota lain dipasok dengan informasi tentang kedudukan mangsa dan pemangsa, yang akibatnya kelompok ini dibantu dalam berperilaku secara padu. Jika aliran informasi pada lumba-lumba ini menjadi timpang karena kehilangan satu lumba-lumba yang diakibatkan oleh pemangsa, maka larinya lumba-lumba lain akan tidak berarti, dan anggota-anggota yang tak berpeluang berkomunikasi akan terpaksa menyebar dan akhirnya menjadi santapan pemangsa-pemangsa lainnya.  Akan tetapi, jaringan informasi yang diciptakan pada lumba-lumba oleh Allah tidak terputus pada saat-saat seperti itu, dan membuat para anggota kawanan bertahan hidup dengan menjaga kepaduan kelompok.
Allah mewahyukan hal berikut ini dalam salah satu ayat Al Qur'an:
“Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.”  (QS Asy Syu'araa, 26:9)

1. David Lusseau, "The Emergent Properties of a Dolphin Social Network", http://arxiv.org/ftp/cond-mat/papers/0307/0307439.pdf
2 Lusseau, 2003 The emergent properties of a dolphin social network. Proceedings of the Royal Society of London-
Series B (Supplement): DOI 10.1098/rsbl.2003.0057



Lidah Bunglon Lebih Cepat daripada Pesawat Jet Tempur

HARUN YAHYA


Kirim artikel ini


Buku-buku teks zologi menjelaskan bahwa lidah balistik bunglon diperkuat oleh seutas otot pemercepat (akselerator).  Otot ini memanjang ketika menekan ke bawah pada tulang lidah, yang berupa tulang rawan kaku di tengah lidah, yang membungkusnya.  Akan tetapi, dalam sebuah penelitian yang telah disetujui untuk diterbitkan oleh majalah ilmiah Proceedings of the Royal Society of London (Series B), dua ahli morfologi yang memelajari kebiasaan makan bunglon menemukan unsur-unsur lain yang terkait dengan gerakan cepat lidah binatang ini. (1)
Kedua peneliti Belanda ini, Jurriaan de Groot dari Universitas Leiden, dan Johan van Leeuwen dari Universitas Wageningen, mengambil film-film sinar X berkecepatan tinggi, yakni 500 bingkai per detik, dalam rangka menyelidiki bagaimana lidah bunglon bekerja ketika menangkap mangsa.  Film-film ini menunjukkan bahwa ujung lidah bunglon mengalami percepatan 50 g (g = konstanta gravitasi). Percepatan ini lima kali lebih besar daripada yang dapat dicapai oleh sebuah jet tempur.
Para peneliti ini membedah jaringan lidah dan menemukan bahwa otot pemercepat sama sekali tidak cukup kuat untuk menghasilkan gaya yang diperlukan ini sendirian.  Dengan meneliti lidah bunglon, mereka menemukan keberadaan sedikitnya 10 bungkus licin, yang hingga saat itu belum diketahui, di antara otot pemercepat dan tulang lidah.  Bungkus-bungkus ini, yang melekat ke tulang lidah di ujungnya yang terdekat dengan mulut, teramati mengandung serat-serat protein berajutan spiral.  Serat-serat ini memadat dan berubah bentuk ketika otot pemercepat mengerut dan menyimpan tenaga bagaikan seutas pita karet yang tertekan.  Ketika mencapai ujung bulat tulang lidah, bungkus-bungkus yang ketat dan memanjang ini secara bersamaan menggelincir dan mengerut dengan kekuatan dan melontarkan lidah.  Secepat serat-serat ini menggelincir dari tulang lidah, bungkus-bungkus saling memisahkan diri bagaikan tabung-tabung sebuah teleskop, dan karena itu lidah mencapai jangkauan terjauhnya.  Van Leeuwen berkata, “ini adalah ketapel teleskopis.” 
Ketapel ini memiliki ciri lain yang amat menyolok.  Ujung lidah mengambil bentuk hampa pada saat menghantam mangsa.  Ketika terlontar, lidah ini dapat menjulur sejauh enam kali panjangnya ketika istirahat di dalam mulut, dan dua kali panjang tubuhnya sendiri.
Jelaslah bahwa bungkus-bungkus yang saling terhubung pada lidah bunglon ini tidak pernah dapat dijelaskan menurut evolusi.  Dalam wacana itu, mari kita ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.  Bagaimanakah masing-masing bungkus ini berevolusi ke tempatnya yang benar?
2.  Bagaimanakah lidah tumbuh sedemikian panjang?
3.  Bagaimanakah otot pemercepat muncul?
4.  Bagaimanakah bungkus-bungkus menyelaraskan gerak-geriknya sehingga membuat lidah mencapai panjang maksimumnya?
5.  Bagaimanakah bungkus-bungkus menumbuhkan kemampuan untuk “memanjangkan diri bak tabung-tabung teleskop”?
6.  Bagaimanakah binatang tersebut menyatukan semua bagian ini setelah “meluncurkan” lidah?
7.  Jika lidah ini diperoleh sebagai sifat menguntungkan akibat proses evolusi, lalu mengapa sifat unggul ini tidak berkembang pada binatang-binatang lain dan mengapa binatang-binatang lain tidak memiliki cara berburu yang sama?
8.  Bagaimanakah bunglon (atau binatang yang dianggap moyang peralihannya) dapat bertahan hidup ketika semua sistem yang rumit ini diduga pelan-pelan berevolusi? (2)
Seorang evolusionis tidak akan memiliki jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan ini.  Gambar di sebelah kiri, sebuah lukisan yang mewakili penampang melintang lidah bunglon, menyingkapkan bahwa sistem sempurna ini bergantung pada penciptaan yang amat khusus.  Kelompok-kelompok otot dengan sifat-sifat yang berbeda secara tanpa cela melontarkan lidah, memercepatnya, menyebabkan lidah mengambil bentuk isap ketika menghantam mangsanya dan lalu cepat-cepat menariknya.  Kelompok-kelompok otot ini sama sekali tidak saling menghalangi fungsi masing-masing, namun bekerja dengan cara yang terselaraskan dalam menghantam mangsa dan menarik lidah kembali ke mulut dalam waktu kurang dari sedetik.   Tambahan lagi, berkat kerjasama antara sistem penglihatan dan otak, kedudukan mangsa diukur dan perintah bagi lidah balistik untuk “menembak!” diberikan oleh syaraf yang mengirimkan isyarat di dalam otak.
Sudah pasti, bunglon tidak dapat memikirkan dan merancang sendiri rancangan yang demikian rumit itu.  Penciptaan ini menyingkapkan keberadaan Allah, Sang Mahatahu dan Mahakuasa.  Tidak ada keraguan bahwa Allahlah, Yang Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahabijaksana, Yang menciptakan bunglon.


1. Menno Schilthuizen, "Slip of the Chameleon's Tongue," Science Now, 8 March 2004, http://sciencenow.sciencemag.org/cgi/content/full/2004/308/1
2. Brad Harrub, "The Chameleon's Incredible (Tongue) Acceleration!", http://www.apologeticspress.org/inthenews/2004/itn-04-08.htm





Tumbuhan Menyambut Hangat Kunjungan Serangga

HARUN YAHYA


Kirim artikel ini


Makhluk hidup berdarah dingin perlu menghangatkan tubuh mereka untuk mendapatkan tenaga yang dibutuhkan untuk kegiatan apa pun. Keperluan ini dipenuhi dengan berjemur di bawah sinar matahari. Namun, menurut sebuah penelitian baru, diketahui bahwa serangga memiliki pusat pemanas yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup berdarah dingin lainnya. Sebagian serangga menghangatkan tubuh mereka di tempat yang hingga kini tidak diketahui: pada tumbuhan.
Roger Seymour, pakar biologi dari Universitas Adelaide, Australia, menyatakan bahwa sekitar 900 spesies tumbuhan diketahui menghasilkan panas di dalam bunganya. Panas ini, yang cara kerja pembangkitnya belum diketahui, menyebabkan tersebarnya aroma yang menarik perhatian serangga-serangga penyerbuk bunga. Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Seymour dan rekan-rekannya di majalah Nature mengungkapkan bahwa panas ini juga dapat berperan sebagai perangsang bagi serangga-serangga penyerbuk. (1)
Para peneliti mengkaji tumbuhan Philodendron solimoesense, yang tumbuh di koloni Prancis Guiana dan diserbuki oleh serangga-serangga dari spesies Cyclocephala colasi. Para ilmuwan tersebut menempatkan alat kecil di dalam bunga-bunga tumbuhan tersebut, dan menemukan bahwa panas dihasilkan pada malam hari, 4°C lebih hangat daripada suhu di lingkungan luar. Panas ini menarik perhatian sejumlah kelompok serangga ke arah tumbuhan.
Kelompok peneliti itu lalu berpindah ke penelitian tentang pemenuhan kebutuhan energi serangga-serangga tersebut, dengan menggunakan respirometer  - sebuah alat yang mencatat energi yang digunakan oleh serangga. Dengan menempatkan serangga-serangga tersebut ke dalam alat ini, para peneliti menemukan bahwa seranga-serangga itu membutuhkan lebih banyak energi untuk menjaga agar tubuh mereka tetap hangat ketika berada di luar tumbuhan. Seekor serangga yang menghangatkan tubuhnya di malam hari di luar tumbuhan menghabiskan energi dua hingga lima kali lebih besar daripada seekor serangga di dalam bunga.
Seymour menyatakan bahwa serangga-serangga kecil seperti C. colasi membayar "harga sangat mahal" agar tetap hangat, sebab mereka kehilangan panas dengan sangat cepat. Berkat tumbuh-tumbuhan penghasil panas ini, serangga-serangga tersebut dapat mengalihkan lebih banyak energi untuk  keperluan makan dan berkembang biak. Tumbuhan ini menyediakan lingkungan yang sedemikian nyaman dan berguna bagi serangga-serangga itu sehingga mereka  menghabiskan 90% waktu mereka dalam kehangatan bunga-bunga.
Perilaku saling memberi di antara tumbuhan dan serangga memperlihatkan satu contoh mengagumkan tentang kerjasama. Ringkasnya, sebuah tumbuhan yang tak mampu berpindah dari tempatnya membutuhkan sebuah kendaraan untuk mengangkut serbuk sarinya ke tumbuhan lain. Kebutuhan ini dipenuhi oleh serangga yang bertindak persis layaknya mobil angkutan pengiriman barang. Sebaliknya, serangga menemui kesulitan untuk menghangatkan tubuhnya di malam hari. Di saat suhu turun, serangga harus menghabiskan sebagian besar energinya untuk mengatasi perbedaan suhu ini.
Pada titik ini berlangsunglah sebuah proses yang memenuhi kebutuhan kedua makhluk hidup tersebut: Sang tumbuhan menaikkan suhu tubuhnya sebesar kira-kira 4°C lebih hangat daripada suhu lingkungan sekitar di malam hari. Ini dimungkinkan oleh pengaturan khusus pada fisiologi tumbuhan tersebut.
Akan tetapi, bagaimana perilaku menghangatkan tubuh ini muncul untuk kali pertama? Dengan kata lain, apakah yang memicu proses fisiologis dari peristiwa ini? Mampukah sang tumbuhan berpikir untuk menarik perhatian serangga dalam rangka memenuhi kebutuhannya, dan meneliti fisiologi serangga dalam hal kebutuhannya akan panas dan memahami bahwa menyediakan panas bagi serangga di malam adalah cara yang cerdas? Sudah pasti, tidak. Tumbuhan ini bahkan tidak memiliki otak untuk berpikir hal apa pun. Oleh karena semua ini tidak mungkin dapat dirancang oleh tumbuhan sendiri, maka sudah pasti terdapat kecerdasan mahahebat yang melakukan perancangan itu. Kecerdasan mahatinggi itu sudah pasti milik Allah Yang Mahakuasa. Allah menjadikan tumbuhan dan serangga ada, dan melengkapi keduanya dengan kemampuan untuk saling memenuhi kebutuhan di antara mereka. Dia menciptakan hubungan kerjasama semacam itu yang jumlahnya tak terhitung dan menjamin kehidupan di alam agar senantiasa berjalan dalam keselarasan. Dialah yang memenuhi segala kebutuhan makhluk hidup. Sebaliknya, Tuhan kita Yang Mahakuasa tidak membutuhkan apa pun sama sekali.
Sebagaimana dinyatakan di dalam Al Qur'an:
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (QS. Al Ikhlaash, 112 :1-4)



CATATAN

1- Roger S. Seymour et al., "Environmental biology: Heat reward for insect pollinators", Nature 426, 243 - 244 (20 November 2003); doi:10.1038/426243a



sumber : 
http://www.harunyahya.com/indo/artikel/089.htm
 

education for student Copyright © 2012 Fast Loading -- Powered by Blogger